Benjamin Samuel Bloom dan Pemikiran-Pemikirannya Mengenai Pendidikan

Akhir-akhir ini generasi muda zaman sekarang banyak mengalami kelunturan akhlak yang sangat dahsyat. Generasi muda sekarang, baik di desa maupun di kota banyak menghabiskan waktunya hanya untuk bermain playstation, berselancar dimedia sosial, game online dan sejenisnya, mereka mulai melupakan pentingnya interaksi sosial dan akan nilai-nilai budaya lokal serta asing terhadap istilah-istilah seperti budi pekerti, tata krama, gotong royong dan nilai-nilai luhur lainnya. Oleh sebab itu, sudah sepatutnya pendidikan di Indonesia kembali membangun gagasan pendidikan budi pekerti. Pendidikan humanis semestinya dibumikan kembali yang menjadi konsep utama pemikiran Ki Hadjar Dewantara, konsep yang lebih menekankan pentingnya pelestarian eksistensi manusia, dalam  arti membantu manusia lebih manusiawi, lebih berbudaya, berbudi pekerti sebagai manusia yang utuh berkembang, menurut Ki Hadjar Dewantara yang perlu dikembangkan menyangkut daya cipta (kognitif), daya rasa (afektif), dan daya karsa (konatif).

Hanya saja konsep Ki Hadjar Dewantara dengan teori pendidikan budi pekertinya hanya sebuah teori pendidikan dan belum diterapkan di Indonesia secara utuh. Kiblat pendidikan di Indonesia masih mengacu pada produk barat karya Benjamin S. Bloom dengan teori taksonominya. Taksonomi Bloom telah mempengaruhi pendidikan baik secara langsung maupun tidak langsung dalam pengembangan kurikulum, desain pembelajaran dan pendidikan guru di Indonesia. Oleh karena itu, akan saya jabarkan lebih lanjut mengenai konsep pemikiran Benjamin S. Bloom dan bagaimana keterkaitan konsep pendidikan Benjamin S. Bloom dengan konsep yang dimiliki oleh Ki Hadjar Dewantara dan bagaimana penyelenggaraannya dalam pendidikan.

A.    BIOGRAFI BENJAMIN S. BLOOM

Benjamin S. Bloom 

Salah satu tokoh Pendidikan adalah Benjamin Samuel Bloom yang lahir pada 21 Februari 1913 di Lansford, Pennsylvania dan meninggal pada 13 September 1999 di usia 86 tahun, merupajan seorang psikolog Pendidikan Amerika Serikat, dengan kontribusi utamanya adalah dalam penyusunan taksonomi tujuan Pendidikan dan pembuatan teori berlatih tuntas. Beliau menerima gelar sarjana dan magister dari Pennsylvania State University pada tahun 1935 dan gelar doktor dari University of Chicago pada Maret 1942. Beliau kemudian menjadi bagian dari Staff Board of Examinations di University of Chicago pada tahun 1940 sampai 1943. Setelah itu beliau menjadi pemeriksa di universitas hingga tahun 1959. Beliau juga merupakan seorang pengajar di jurusan Pendidikan University of Chicago pada tahun 1944 hingga pada akhirnya ia ditunjuk oleh Charles H. Swift sebagai Distinguished Service Professor pada tahun 1970. Beliau juga mnejabat sebagai presiden American Educational Research Assosiation pada tahun 1965 hingga 1966. Beliau juga menjadi penasihat Pendidikan bagi pemerintah Israel, India, dan sebagian bangsa lain.

 

B.     ISI PEMIKIRAN

1.     Pengertian Taksonomi Bloom

Taksonomi berasal dari bahasa Yunani yaitu ‘taxis’ yang berarti pengaturan dan ‘nomos’ yang berarti ilmu pengetahuan. Taksonomi adalah sistem klasifikasi. Taksonomi berarti klasifikasi berhierarki dari sesuatu atau prinsip yang mendasari klasifikasi atau juga dapat berarti ilmu yang mempelajari tentang klasifikasi. Konsep Taksonomi Bloom dikembangkan pada tahun 1956 oleh Benjamin S. Bloom, seorang psikolog di bidang pendidikan beserta dengan kawan-kawannya.

 

Pada tahun 1956, terbitlah karya “Taxonomy of Educational Objective Cognitive Domain”, dan pada tahu 1964 terbitlah karya “Taxonomy of Educataional Objectives, Affective Domain”, dan karyaya yang berjudul “Handbook on Formative and Summatie Evaluation of Student Learning” pada tahun 1971 serta karyanya yang lain “Developing Talent in Young People” (1985). Taksonomi ini mengklasifikasikan sasaran atau tujuan pendidikan menjadi tiga domain (ranah kawasan): kognitif, afektif, dan psikomotor, dan setiap ranah tersebut dibagi kembali ke dalam pembagian yang lebih rinci berdasarkan hierarkinya. Beberapa istilah lain yang juga meggambarkan hal yang sama dengan ketiga domain tersebut yang secara konvensional telah lama dikenal taksonomi tujuan pendidikan yang terdiri atas aspek cipta, rasa, dan karsa. Selain itu, juga dikenal istilah penalaran, penghayatan dan pengamalan.

 

2.     Klasifikasi Taksonomi Bloom

a.      Ranah Kognitif (cognitive domain), merupakan segi kemampuan yang berkaitan dengan aspek-aspek pengetahuan, penalaran, atau pikiran. Bloom membagi ranah kognitif ke dalam enam tingkatan atau kategori, yaitu:

1)       Pengetahuan (knowlegde), mencakup ingatan akan hal-hal yang pernah dipelajari dan disimpan dalam ingatan. Pengetahuan yang disimpan dalam ingatan, digali pada saat dibutuhkan melalui bentuk ingatan mengingat (recall) atau mengenal kembali (recognition). Kemampuan untuk mengenali dan mengingat peristilahan, definisi, fakta-fakta, gagasan, pola, urutan, metodologi, prinsip dasar, dan sebagainya.

2)      Pemahaman (comprehension), pada tingkat ini seseorang memiliki kemampuan untuk menangkap makna dan arti tentang hal yang dipelajari. Adanya kemampuan dalam menguraikan isi pokok bacaan; mengubah data yang disajikan dalam bentuk tertentu ke bentuk lain. Kemampuan ini setingkat lebih tinggi daripada kemampuan (1).

3)      Penerapan (application), kemampuan untuk menerapkan suatu kaidah atau metode untuk menghadapi suatu kasus atau problem yang konkret atau nyata dan baru. Kemampuan untuk menerapkan gagasan, prosedur metode, rumus, teori dan sebagainya. Adanya kemampuan dinyatakan dalam aplikasi suatu rumus pada persoalan yang dihadapi atau aplikasi suatu metode kerja pada pemecahan problem baru. Misalnya menggunakan prinsip. Kemampuan ini setingkat lebih tinggi daripada kemampuan (2).

4)      Analisis (analysis), pada tingkat analisis, sesorang mampu memecahkan informasi yang kompleks menjadi bagian-bagian kecil dan mengaitkan informasi dengan informasi lain. Kemampuan untuk merinci suatu kesatuan ke dalam bagian-bagian sehingga struktur keseluruhan atau organisasinya dapat dipahami dengan baik. Kemampuan ini setingkat lebih tinggi daripada kemampuan (3).

5)      Sintesis (synthesis), kemampuan untuk membentuk suatu kesatuan atau pola baru. Bagian-bagian dihubungkan satu sama lain. Kemampuan mengenali data atau informasi yang harus didapat untuk menghasilkan solusi yang dibutuhkan. Adanya kemampuan ini dinyatakan dalam membuat suatu rencana penyusunan satuan pelajaran. Misalnya kemampuan menyusun suatu program kerja. Kemampuan ini setingkat lebih tinggi daripada kemampuan (4).

6)      Evaluasi (evaluation), kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap suatu materi pembelajaran, argumen yang berkenaan dengan sesuatu yang diketahui, dipahami, dilakukan, dianalisis dan dihasilkan. Kemampuan untuk membentuk sesuatu atau beberapa hal, bersama dengan pertanggungjawaban pendapat berdasarkan kriteria tertentu. Misalnya kemampuan menilai hasil karangan. Kemampuan ini dinyatakan dalam menentukan penilaian terhadap sesuatu.

Penguasaan ranah kognitif peserta didik, meliputi perilaku peserta didik yang ditunjukkan melalui aspek intelektual, seperti pengetahuan serta keterampilan berpikir. Pengetahuan serta keterampilan peserta didik, dapat diketahui dari berkembangnya teori-teori yang dimiliki oleh peserta didik, serta memori berpikir peserta didik yang dapat menyimpan hal-hal baru yang diterimanya. Misalnya, peserta didik baru belajar mengenai definisi dari drama, teater, serta tata panggung. Pada umumnya, peserta didik yang ranah kognitifnya kuat, dapat menghafal serta memahami definisi yang baru diketahuinya. Selain itu, kemampuan peserta didik dalam mengingat teori yang baru didapatnya, sangat kuat


b.      Ranah Afektif (affective domain), merupakan kemampuan yang mengutamakan perasaan, emosi, dan reaksi-reaksi yang berbeda dengan penalaran. Kawasan afektif yaitu kawasan yang berkaitan aspek-aspek emosional, seperti perasaan, minat, sikap, kepatuhan terhadap moral dan sebagainya. Ranah afektif terdiri dari lima ranah yang berhubungan dengan respons emosional terhadap tugas. Pembagian ranah afektif ini disusun oleh Bloom bersama dengan David Krathwol, antara lain:

1)       Penerimaan (receiving), seseorang peka terhadap suatu perangsang dan kesediaan untuk memperhatikan rangsangan itu, seperti penjelasan yang diberikan oleh guru. Kesediaan untuk menyadari adanya suatu fenomena di lingkungannya yang dalam pengajaran bentuknya berupa mendapatkan perhatian, mempertahankannya, dan mengarahkannya. Misalnya juga kemampuan mengakui adanya perbedaan-perbedaan.

2)      Partisipasi(responding), tingkatan yang mencakup kerelaan dan kesediaan untuk memperhatikan secara aktif dan berpartisipasi dalam suatu kegiatan. Hal ini dinyatakan dalam memberikan suatu reaksi terhadap rangsangan yang disajikan, meliputi persetujuan, kesediaan, dan kepuasan dalam memberikan tanggapan. Misalnya, mematuhi aturan dan berpartisipasi dalam suatu kegiatan.

3)      Penilaian atau Penentuan Sikap (valuing), kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap sesuatu dan membawa diri sesuai dengan penilaian itu. Mulai dibentuk suatu sikap,menerima, menolak atau mengabaikan. Misalnya menerima pendapat orang lain.

4)      Organisasi (organization), kemampuan untuk membentuk suatu sistem nilai sebagai pedoman dan pegangan dalam kehidupan. Misalnya, menempatkan nilai pada suatu skala nilai dan dijadikan pedoman dalam bertindak secara bertanggungjawab.

5)      Pembentukan Pola Hidup (characterization by a value), kemampuan untuk menghayati nilai kehidupan, sehingga menjadi milik pribadi (internalisasi) menjadi pegangan nyata dan jelas dalam mengatur kehidupannya sendiri. Memiliki sistem nilai yang mengendalikan tingkah lakunya sehingga menjadi karakteristik gaya hidupnya. Kemampuan ini dinyatakan dalam pengaturan hidup diberbagai bidang, seperti mencurahkan waktu secukupnya pada tugas belajar atau bekerja. Misalnya juga kemampuan mempertimbangkan dan menunjukkan tindakan yang berdisiplin.

Dari gambar di atas dapat diketahui bahwa peserta didik yang belajar akan memperbaiki kemampuan-kemampuan internalnya yang afektif. Peserta didik mempelajari kepekaan tentang sesuatu hal sampai pada penghayatan nilai sehingga menjadi suatu pegangan hidup. Kelima jenis tingkatan tersebut di atas bersifat hierarkis. Perilaku penerimaan merupakan yang paling rendah dan kemampuan pembentukan pola hidup merupakan perilaku yang paling tinggi.

Penguasaaan ranah afektif peserta didik, dapat ditinjau melalui aspek moral, yang ditunjukkan melalui perasaan, nilai, motivasi, dan sikap peserta didik. Pada ranah afektiflah pada umumnya peserta didik lemah dalam penguasaannya. Hal ini terbukti dari maraknya kekerasan yang ada di sekolah. Hal ini tentu berseberangan dengan UUD 1945, pasal 28 B ayat 2 yang mengatakan bahwa, “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan Ina Magdalena, Nur Fajriyati Islami, Eva Alanda Rasid, Nadia Tasya Diasty 138 EDISI : Jurnal Edukasi dan Sains dari kekerasan dan diskriminasi”. Akan tetapi, mirisnya yang melakukan kegiatan immoral, seperti kekerasan serta diskriminasi di sekolah, pada dewasa ini, banyak kasus yang pelakunya adalah peserta didik. Hal ini merupakan cerminan, bahwasanya penguasaan aspek afektif pada peserta didik belum dapat dikatakan baik. Oleh karena itu, seharusnya peserta didik yang aspek afektifnya terbangun dengan baik pada proses Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), memiliki implementasi dari sikap yang baik, berupa saling toleransi dalam pertemanan, jujur, amanah, serta mandiri, dalam melakukan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) di sekolah, maupun melakukan berbagai aktivitas di luar sekolah. Sehingga, peserta didik yang penguasaan pada ranah afektifnya kuat, akan memiliki kehidupan sosial yang baik, hubungan pertemanan yang baik, serta dapat mengatasi keadaan genting dengan bijak.


c.       Ranah Psikomotor (psychomotoric domain), kebanyakan dari kita menghubungkan aktivitas motor dengan pendidkan fisik dan atletik, tetapi banyak subjek lain, seperti menulis dengan tangan dan pengolahan kata juga membutuhkan gerakan. 20 Kawasan psikomotor yaitu kawasan yang berkaitan dengan aspek-aspek keterampilan jasmani. Rician dalam ranah ini tidak dibuat oleh Bloom, namun oleh ahli lain yang berdasarkan ranah yang dibuat oleh Bloom, antara lain:

1)       Persepsi (perception), kemampuan untuk menggunakan isyarat-isyarat sensoris dalam memandu aktivitas motorik. Penggunaan alat indera sebagai rangsangan untuk menyeleksi isyarat menuju terjemahan. Misalnya, pemilihan warna.

2)      Kesiapan (set), kemampuan untuk menempatkan dirinya dalam memulai suatu gerakan. Kesiapan fisik, mental, dan emosional untuk melakukan gerakan. Misalnya, posisi start lomba lari.

3)      Gerakan terbimbing (guided response), kemampuan untuk melakukan suatu gerakan sesuai dengan contoh yang diberikan. Tahap awal dalam mempelajari keterampilan yang kompleks, termasuk di dalamnya imitasi dan gerakan coba-coba. Misalnya, membuat lingkaran di atas pola.

4)      Gerakan yang terbiasa (mechanical response), kemampuan melakukan gerakan tanpa memperhatikan lagi contoh yang diberikan karena sudah dilatih secukupnya. Membiasakan gerakan-gerakan yang telah dipelajari sehingga tampil dengan meyakinkan dan cakap. Misalnya, melakukan lompat tinggi dengan tepat.

5)      Gerakan yang kompleks (complex response), kemampuan melakukan gerakan atau keterampilan yang terdiri dari banyak tahap dengan lancar, tepat dan efisien. Gerakan motoris yang terampil yang di dalamnya terdiri dari pola-pola gerakan yang kompleks. Misalnya, bongkar pasang peralatan dengan tepat.

6)      Penyesuaian pola gerakan (adjusment), kemampuan untuk mengadakan perubahan dan menyesuaikan pola gerakan dengan persyaratan khusus yang berlaku. Keterampilan yang sudah berkembang sehingga dapat disesuaikan dalam berbagai situasi. Misalnya, keterampilan bertanding.

7)      Kreativitas (creativity), kemampuan untuk melahirkan pola gerakan baru atas dasar prakarsa atau inisiatif sendiri. Misalnya, kemampuannya membuat kreasi tari baru.

Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa kemampuan psikomotorik merupakan proses belajar berbagai kemampuan gerak dimulai dengan kepekaan memilah-milah sampai dengan kreativitas pola gerakan baru. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan psikomotirk mencakup fisik dan mental. Ketujuh hal tersebut mengandung urutan taraf keterampilan yang berangkaian yang bersifat hierarkis.

Ranah psikomotorik dapat ditinjau melalui aspek keterampilan peserta didik, yang merupakan implementasi dari Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) di kelas. Peserta didik tidak cukup hanya menghapal suatu teori, definisi saja, akan tetapi peserta didik juga harus menerapkan teori yang sifatnya abstrak tersebut, ke dalam aktualisasi nyata. Hal ini menjadi sebuah tolok ukur, dipahami atau tidaknya sebuah ilmu secara komprehensif oleh peserta didik. Peserta didik yang memahami suatu ilmu dengan komprehensif, memiliki daya implementasi yang kuat dalam menerapkan ilmu yang dimilikinya.

3.    Kekuatan dan kelemahan

Jika kita lompat kedalam Taksonomi Bloom versi terbaru ada beberapa kekuatan. Antaranya ialah Taksonomi Bloom versi baru membedakan antara “tahu tentang sesuatu (knowing what)”, isi dari pemikirannya itu sendiri, dan “tahu tentang bagaimana melakukannya (Knowing how)”, sebagaimana prosedur yang digunakan dalam menyelesaikan masalah. Menurut taksonomi tersebut dimensi pengetahuan adalah “tahu tentang sesuatu”, yang memiliki empat kategori yaitu: faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif. Pengetahuan yang bersifat faktual melibatkan bagian-bagian terkecil yang terpisah-pisah dari informasi, sebagaimana definisi kosakata dan pengetahuan tentang hal-hal khusus yang terperinci.

Pengetahuan yang bersifat konseptual pula terdiri dari berbagai sistem infromasi, seperti bermacam-macam klasifikasi dan kategori. Pengetahuan yang bersifat prosedural pula termasuk algoritma, heuristics atau aturan baku, teknik dan metode, sebagaimana pengetahuan tentang bagaimana kita harus menggunakan berbagai prosedur tersebut.

Pengetahuan yang bersifat metakognitif pula menggerakan kepada pengetahuan atas proses-proses berfikir dan informasi tentang bagaimana memanipulasi proses-proses tersebut secara efektif. Dalam taksonomi bloom ini, dimensi proses kognitif yang telah diperbaiki daripada taksonomi bloom versi lama mempunyai enam proses dari yang paling sederhana hingga yang paling rumit yaitu Mengingat, Memahami, Menerapkan, Menganalisis, Mengevaluasi dan Menciptakan.

Proses mengingat adalah mengingati kembali infromasi yang sesuai dari ingatan jangka panjang. Proses memahami pula adalah kemampuan untuk memahami secara mendalam dari bahan pendidikan, seperti bahan bacaan dan penjelasan guru. Kecakapan turunan dari proses ini melibatkam kemahiran memahami, mencontohkan, membuat klasifikasi, meringkas, menyimpulkan. Proses ketiga yaitu menerapkan, melibatkan kepada pengguna prosedur yang telah dipelajari baik dalam situasi yang telah dikenal maupun pada situasi yang baru. Proses berikutnya adalah menganalisis, terdiri dari memecah pengetahuan menjadu bagian-bagian kecil dan memikirkan bagaimana bagian-bagian tersebut berhubungan dengan struktur keseluruhan.

Menciptakan ialah proses yang tidak terdapat dalam taksonomi bloom versi lama. Proses ini adalah komponen tertinggi dalam Taksonomi Bloom versi baru ini. Kecakapan ini melibatkan usaha untuk meletakkan berbagai perkara secara bersama untuk menghasilkan suatu pengetahuan baru. Sesuai dengan taksonomi ini, setiap tingkat dari pengetahuan dapat berhubungan dengan setiap tingkat dari proses kognitif sehingga seorang pelajar dapat mengingat pengetahuan yang bersifat faktual atau prosedural, memahami pengetahuan yang bersifat konseptual atau metakognitif, atau menganalisis pengetahuan metakognitif atau faktual.

 

4.     Relevansi Pendekatan Pembelajaran Ki Hadjar dan Bloom Terhadap Pengembangan Karakter

Pendidikan berkarakter dalam istilah sederhananya adalah pendidikan Budi pekerti berasal dari kata budi yang diartikan sebagai jiwa yang sudah masak (Dewantara, 1962: 26- 27). Demikian pula menurut Koentjaraningrat (1985: 191) bahwa budi berarti akal, sedang pekerti adalah perbuatan, tingkah laku, tindakan yang dilakukan oleh manusia. Berdasarkan hal tersebut budi pekerti dapat ditafsirkan sebagai tingkah laku manusia atas dasar akal atau pemikiran dari jiwa yang masak. Kata budi pekerti erat sekali berhubungan dengan budaya karena keduanya samasama berkaitan dengan akal dan tindakan yang dilakukan oleh manusia dalam hidup bermasyarakat.

Budi pekerti adalah bagian dari kebudayaan yang mengajarkan tentang kesopanan, moral, tingkah laku dan keluhuran budi yang harus dilakukan oleh seseorang. Menurut ajaran Ki Hadjar Dewantara (1962: 27) bahwa seseorang yang berwatak adalah yang memiliki disiplin diri. memiliki sopan santun. Demikian pula dipandang dari sudut konsep Benjamin S. Bloom adalah perilaku bahwa pemahaman siswa tentang disiplin diri tidak ada dan rasa rendah hati juga tidak ada sehingga yang muncul secara afektif adalah perilaku tidak menghargai waktu yang akhirnya berdampak meremehkan orang lain yaitu pengajar atau guru (Syarkawi, 2014: 24). Dalam rangka lebih memperkuat pelaksanaan pendidikan karakter di Indonesia telah teridentifikasi 18 nilai yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya dan tujuan Pendidikan Nasional yaitu: religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab (Kemdiknas, 2010: 8).

Terkait dengan relevansi pendekatan pembelajaran Ki Hadjar dan Bloom terhadap 18 nilai-nilai pendidikan karakter di Indonesia internalisasinya dapat dilakukan melalui tiga jalur, yaitu (1) integrasi melalui mata pelajaran, (2) integrasi melalui muatan lokal dan (3) integrasi melalui pengembangan diri. Berkaitan dengan hal di atas, relevansi pendekatan pembelajaran Ki Hadjar adalah daya upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran, serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup, yaitu hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya. Selain itu, meningkatkan pengetahuan anak didik tentang apa yang dipelajari, mengasah rasa untuk meningkatkan pemahaman, serta meningkatkan kemampuan untuk melaksanakan yang dipelajarinya (Samanni dan Hariyanto, 2011: 35). Pelaksanaan pendidikan melalui sistem among yang diperkenalkan oleh Ki Hadjar lebih diarahkan pada anak didik, dalam istilah disebut student center. Dalam sistem ini pelaksanaan pendidikan lebih didasarkan pada minat dan potensi yang perlu dikembangkan pada anak didik, bukan pada minat dan kemampuan pengajar. Dengan demikian, pengajar hanya memotivasi perkembangan kemampuan siswa saja agar dapat mencapai tujuan tersebut Taman siswa menyelenggarakan kerjasama yang seimbang antara sekolah, keluarga dan masyarakat (Samanni dan Hariyanto, 2011: 35).

Relevansi pendekatan pembelajaran Benjamin S. Bloom terhadap pengembangan karakter lebih fokus pada aspek kognitif saja yang terdiri atas: 1) ranah kognitif, yaitu seorang pengajar benar-benar menguasai ilmu pengetahuan yang akan diajarkan dan diberikan pada siswanya, logika berpikir guru sangat dituntut sebaik mungkin karena hal itu akan berpengaruh pada sistim pengajarannya misalnya dalam memilah-milah materi pelajaran, merumuskan materi secara singkat dan padat sehingga siswa akan lebih mudah memahami; 2) ranah afektif, yakni siswa memahami dan merespon pelajaran yang diterima siswa, sehingga seorang pengajar harus pandai pandai memotivasi siswa agar tertarik untuk memahami apa yang diajarkan; dan 3) ranah psikomotorik, yakni seorang pengajar harus pandai pandai memberikan pengetahuan pada siswa untuk diketahui kemudian dipahami secara benar secara signifikan sehingga yang diketahuinya dapat dapat dilaksanakan dan dipraktikan secara benar sesuai maksud pengajar. Potensi potensi yang dimiliki oleh para siswa pun akan kelihatan dengan menghasilkan berbagai hasil kreativitas.

Adapun strategi penerapan pendekatan pembelajaran Ki Hadjar dan Bloom kaitannya dengan pendidikan karakter di Indonesia, yakni:

1.        Kegiatan pembelajaran Dalam rangka mengembangkan karakter peserta didik, kegiatan pembelajaran difokuskan pada pendekatan student centered sebagai konsep belajar dan mengajar yang membantu guru dan peserta didik mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata sehingga peserta didik mampu untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka.

2.       Pengembangan Budaya Sekolah dan Pusat Kegiatan Belajar Pengembangan budaya sekolah dan pusat kegiatan belajar dilakukan melalui kegiatan pengembangan diri, berupa: kegiatan rutin, kegiatan spontan, keteladanan, dan pengkondisian.

3.       Kegiatan ko-kurikuler dan atau kegiatan ekstrakurikuler Pelaksanaan kegiatan ko-kurikuler atau kegiatan ekstrakurikuler perlu didukung dengan dengan perangkat pedoman pelaksanaan, pengembangan kapasitas sumber daya manusia dalam rangka mendukung pelaksanaan pendidikan karakter, dan revitalisasi kegiatan ko dan ekstrakurikuler yang sudah ada ke arah pengembangan karakter.

4.       Kegiatan keseharian di rumah dan di masyarakat Sekolah mengupayakan terciptanya keselarasan antara karakter yang dikembangkan di sekolah dengan pembiasaan di rumah dan masyarakat.

 

C.     PANDANGAN

Pandangan saya mengenai konsep tersebut adalah saya setuju dengan konsep yang dikemukakan oleh Benjamin S. Bloom, selain itu konsep tersebut sudah tercantum di dalam kurikulum 2013 pada saat ini yang menjadi acuan Pendidikan di Indonesia. Pendidikan dengan konsep tersebut akan menjadikan masyarakat untuk memperbaiki kemampuan-kemampuan internalnya yang afektif, mempelajari kepekaan tentang sesuatu hal sampai pada penghayatan nilai sehingga menjadi suatu pegangan hidup, belajar berbagai kemampuan gerak dimulai dengan kepekaan memilah-milah sampai dengan kreativitas pola gerakan baru. Karena, pendidikan yang menekankan hanya pada aspek intelektual belaka akan menjauhkan peserta didik dari masyarakatnya. Jika hal tersebut dibarkan terus-menerus maka manusia akan menjadi kurang humanis atau manusiawi. Percuma saja apabila kita menjadi seseorang yang memiliki pengetahun lebih tetapi tidak bisa mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari, dan tidak memiliki perilaku yang baik di dalam bermasyarakat.

 

D.     DAFTAR PUSTAKA

 

Magdalena Ina, Islami Fajriyanti Nur, Rasid Alanda Evan, dan Diasty Taya Nadia. 2020. Tiga Ranah Taksonomi Bloom dalam Pendidikan. Edukasi dan Sains, 2(1), 132 – 139.

 

L. Idrus. 2019. Analisis Psikologis Kompratif Pendekatan Pembelajaran Ki Hadjar Dewantara dan Benjamin S. Bloom. Kependidikan, 13(1), 17 – 30

 

Fariha. T (2014). Analisis Kompetensi Dasar Mata Pelajaran IPS SD/MI Kurikulum 2013 dilihat Dari Taksonomi Bloom (Thesis Undergraduate (S1), UIN Walisongo). Bab 3. Diakses dari https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/4050

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aliran-Aliran serta Gerakan-Gerakan Pendidikan di Indonesia

Mengapa Manusia Harus Dididik